Rabu, 29 Juni 2011

KHIYAR

A.  Latar Belakang
الخيار طلب خير الامرين من امضاء البيع او فسخه (بلوغ المرام : ١٧٥)
Khiyar adalah boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli).  Dalam artiyan apabila ada orang berjual beli satu benda, selama mereka belum berpisah dari majlis itu masing-masing ada haq boleh urungkan jual beli tersebut.
Diadakan khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari  lantaran merasa tertipu.
Sabda Rasulullah SAW :
عن ابن عمر رضي الله عنه عن رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : ( اذا تبع الرجلان, فكل واحد منهما باالخيا ر مالم يتفرقا وكا ن جميعا او يخير احدهما الاخر, فا ن خيّر احدهما الاخر فتبا يعا علي ذلك فقد وجب البيع وان تفرّقا بعد ان تبا يعا ولم يترك وحد منهما البيع فقد وجب البيع ) متفق عليه واللفظ لمسلم
Artinya :
Dari Ibnu Umar, dari Rasulullah SAW. Ia bersabda : “Apabila dua orang berjual beli, maka tiap-tiap seseorang dari mereka (berhaq) khiyar selama mereka tidak berpisah dan adalah mereka bersama-sama atau selama seorang dari mereka tidak menentukan khiyar kepada yang lainnya. Jika seorang dari mereka tetapkan khiyar kepada yang lainnya, lalu mereka berjual beli atas (ketetapan) tersebut, maka jadilah jual beli itu; dan jika mereka berpisah sesuadah jual beli dan seorang dari mereka tidak tinggalkan benda yang dijual belikan itu, maka jadilah jual beli itu”. Muttafaq ‘alaih, tetapi lafazh itu bagi Muslim.
Dan apabila ada seorang dari yang jual beli berkata kepada lainnya : Apakah kita bikin jadi jual beli ini ? lalu ia jawab : Baiklah atau jadi ; maka jual beli itu telah shah dan masing-masing tidak ada khiyar (bikin urung). Tetapi apabila dua orang dari yang berjual beli berpisah, sedang seorang dari mereka tidak tinggalkan benda yang dijual belikannya, maka jadilah jual beli itu dan tidak ada haq khiyar.

B. PEMBAGIAN KHIYAR
1.              Khiyar Majlis
Khiyar majlis sah menjadi milik si penjual dan si pembeli semenjak dilangsungkannya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli atau seorang di antara keduanya menggugurkan hak khiyarnya, sehingga hanya seorang yang memiliki hak khiyar.
Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah saw bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 332 no: 2112, Muslim 1163 no: 44 dan 1531, dan Nasa’i VII: 249).
Dan haram meninggalkan majlis kalau khawatir dibatalkan:
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari datuknya bahwa Rasulullah saw bersabda, “Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2895, ‘Aunul Ma’bud IX: 324 no: 3439 Tirmidzi II: 360 no: 1265 dan Nasa’i VII: 251).

2.       Khiyar Syarat (Pilihan bersyarat)
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan jual beli mengadakan kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya hak khiyar tersebut cukup lama.
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi saw Beliau bersabda, “Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 326 no: 2107, Muslim III: 1163 no: 1531 dan Nasa’i VII: 248).
3.       Khiyar Aib
Yaitu jika seseorang membeli barang yang mengandung aib atau cacat dan ia tidak mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dagangan tersebut kepada si penjualnya.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda“Barangsiapa membeli seekor kambing yang diikat teteknya, kemudian memerahnya, maka jika ia suka ia boleh menahannya, dan jika ia tidak suka (ia kembalikan) sebagai ganti perahannya adalah (memberi) satu sha’ tamar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 368 no: 2151 dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1158 no: 2151 dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: no: 1524, ‘Aunul Ma’bud IX: 312 no: 3428 dan Nasa’i VII: 253).
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw. Sabda beliau, “Janganlah kamu mengikat tetek unta dan kambing, siapa saja yang membelinya dalam keadaan ia demikian, maka sesudah memerahnya ia berhak memilih di antara dua kemungkinan, yaitu jika ia suka maka ia pertahankannya dan jika ia tidak suka maka ia boleh mengembalikannya (dengan menambah) satu sha’ tamar.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 7347, Fathul Bari IV: 361 no: 2148, ‘Aunul Ma’bud IX: 310 no: 3426 dengan tambahan pada awal kalimat, dan Nasa’i VII: 253).

C. Membatalkan Jual Beli
      Apabila terjaadi penyesalan diantara dua orang yang berjual beli disunatkan atas yang lain membatalkan jual beli antara keduanya.
Sabda Rasulullah SAW :
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلي الله عليه وسلم من اقال نادما اقال الله عثرته . رواه البزار
Artinya :
Abu Hurairoh telah menceritkan hadits berikut, bahwa Nabi SAW telah bersabda “ Barang siapa mencabut jual belinya terhadap orang yang menyesal maka Allah akan mencabut kejatuhannya. (kerugian dengannya. (Riwayat Bazzar).

D. Hukum Jual Beli
1.       Mubah (Boleh) merupakamn asal hukum jual beli
2.     Wajib umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa begitu juga harta muflis (orang yang lebih banyak hutangnya)
3.       Haram, apabila ada penipuan didalamnya.
4.   Sunat, misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihani dan kepada orang yang sangat membutuhkan barang itu.

E. Problematika
Apabila ada cacat pada barang sesudah akad sebelum diteerima maka barang yang dijual sebelum diterima oleh si pembeli masih dalam tanggungan si penjual, akan tetapi apabila barang tersebut ada di tangan si pembeli maka barang tersebut boleh dikembalikan dan diminta kembali uangnya. Akan tetapi apabila barang tersebut tidak ada lagi seperti umpamanya ia membeli kambing sedangkan kambingnya sudah mati atau yang du beli tanah itu sudah diwakafkan sesudah itu si pembeli baru mengetahui bahwa yang dibelinya itu ada cacatnya, maka dia berhak m4eminta ganti kerugian saja sebanyak kekurangan harga barang sebab adanya cacat itu.
Dan barang yang cacat itu hendaknya segera dikembalikan karena melalaikan hal ini berarti rida apa bbarang yang cacat kecualli kalau ada halangan.tetapi apabila si penjual tidak ada maka jangan di pakai lagi. Jika dia pakai juga hilanglah haknya untuk mengembalikan barang itu dan hak meminta ganti rugi pun hilanglah pula. 


F. Kesimpulan
Mengingat prinsip berlakunya jual beli adalah atas dasar suka-sama suka ('an taradhin minkum), maka syara' memberi kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan ,yaitu melangsungkan jual beli atau mengurungkannya.
memilih antara dua kemungkinan inilah yang dinamakan khiyar dalam akad jual beli. Hak untuk memilih antara dua kemungkinan tersebut sepanjnag masing-masing pihak masih dalam keadaan mempertimbangkan.

0 komentar:

Posting Komentar